
Bandar Lampung~R-D-T–News~ Banjir bandang yang melanda Kota Bandar Lampung dan sejumlah wilayah di Provinsi Lampung memantik keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan. Salah satunya, advokat senior Lampung, Yulius Andesta, yang menilai bencana ini bukan sekadar musibah biasa, melainkan tanda ‘amarah alam’ akibat rusaknya keseimbangan lingkungan hidup.
“Ini sudah kondisi serius. Ribuan rumah terendam, infrastruktur hancur, bahkan nyawa melayang,” kata Yulius dalam pernyataannya, Senin (28/4). Ia menegaskan, banjir besar ini adalah akibat langsung dari pembabatan hutan, gunung gundul, serta hilangnya lahan resapan air, terutama di kawasan urban seperti Kota Bandar Lampung.
Menurutnya, banyak gunung dan bukit yang dulunya berfungsi sebagai penyerap air kini rusak parah, seperti Gunung Kunyit, Gunung Mastur, Gunung Bakung, hingga Bukit Randu dan Bukit Langgar. “Bandar Lampung kini bagaikan baskom raksasa. Hujan sebentar saja, air turun dari pegunungan tanpa penghalang, menggenangi kota,” paparnya prihatin.
Yulius tidak menutup mata atas peran pemerintah dalam membiarkan kerusakan itu terjadi. Ia menyoroti lemahnya pengawasan dalam pemberian izin proyek pembangunan, bahkan terhadap kawasan konservasi seperti Hutan Kota Bandar Lampung yang sempat terancam menjadi lahan pertokoan.
“Untung saja ada masyarakat yang berjuang menghentikannya. Tapi kerusakan tetap terjadi, pohon sudah ditebang, dan air tetap menggenang,” katanya.
Gubernur Baru, Tantangan Lama
Kepada Gubernur Lampung yang baru, Rahmat Mirzani Djausal, Yulius menitipkan harapan besar agar berani mengambil langkah nyata.
“Beliau harus bersih-bersih. Perbaiki dinas-dinas yang terkait lingkungan dan perizinan. Copot pejabat-pejabat yang bermain mata dengan pengusaha,” tegas Yulius.
Ia juga menyinggung kasus perizinan bermasalah seperti di Lampung Timur, di mana perusahaan mendapat izin meski mendapat penolakan keras dari masyarakat. “Ini harus dibongkar tuntas. Jangan sampai pemerintah menjadi musuh rakyat,” cetusnya.
Yulius mengibaratkan tugas gubernur baru seperti memperbaiki rumah tua yang rusak berat. “Lebih mudah membangun dari nol daripada memperbaiki yang sudah salah dari awal. Tapi itulah tantangannya: membenahi demi masa depan rakyat Lampung,” ujarnya.
Pohon, Gunung, dan Tanah: Harta Karun Anak Cucu
Dalam pernyataannya, Yulius mengingatkan pentingnya menjaga hutan dan gunung, bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk generasi mendatang. “Pohon, bukit, gunung, dan tanah adalah harta karun untuk anak cucu kita,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, sebuah pohon dewasa mampu menyimpan hingga 50 persen dari beratnya dalam bentuk air. “Bayangkan, sebuah pohon 500 kilogram mengandung 250 kilogram air. Jika pohon-pohon ini habis, ke mana air akan pergi? Langsung menghantam pemukiman,” katanya.
Keluhan Warga Sukadanaham: Resapan Air Hilang Diganti Perumahan
Di sisi lain, keluhan warga juga menggema dari Kelurahan Sukadanaham, Kecamatan Tanjung Karang Barat. Mereka resah dengan maraknya pembangunan perumahan di wilayah yang seharusnya menjadi daerah resapan air bagi Kota Bandar Lampung.
“Pantau saja di Sukadanaham ini, perumahan makin pesat. Resapan air sudah hampir hilang,” keluh seorang warga. Ia khawatir, jika pembangunan tanpa kendali ini dibiarkan, banjir besar akan menjadi langganan rutin.
Kini, semua mata tertuju pada langkah nyata pemerintah. Akankah seruan-seruan ini didengar, atau justru dibiarkan menguap seiring derasnya air yang terus menggenangi tanah Lampung?
{Yun}