Pulau yang Sunyi, Luka yang Tak Terobati: Isak Tangis Keluarga Aliyan Masih Menggema di Legundi

rdtratud | 6 April 2025, 23:12 pm | 16 views
Pesawaran, Lampung~R-D-TNews~ Di balik indahnya panorama Pulau Legundi, tersimpan luka mendalam yang belum kunjung sembuh. Sejak malam tragis 15 Maret 2025, rumah kayu sederhana milik Hasanah (65), istri almarhum Aliyan, tak pernah lagi dipenuhi tawa. Hanya isak tangis, doa, dan penantian tanpa kepastian yang kini mengisi hari-hari di dusun kecil itu.
“Setiap pagi saya lihat emak duduk di teras rumah, menghadap ke laut. Matanya selalu memerah. Ia masih menunggu bapak pulang,” ucap Arina, anak sulung almarhum, menahan haru. “Padahal, kami semua tahu… bapak tidak akan kembali lagi.”
Keluarga ini tak hanya kehilangan tulang punggung, tapi juga kehilangan rasa aman. Sejak kasus ini mencuat, Arina dan keluarganya kerap merasa diteror. “Ada yang bilang, ‘jangan diperpanjang, nanti urusannya jadi berabe atau menimbulkan masalah.’ Kami takut, tapi kami juga nggak bisa diam,” ujarnya Minggu 6/4/2025.
Ketakutan Menyelimuti Warga
Tragedi ini menciptakan ketegangan yang mencekam di Pulau Legundi. Beberapa warga memilih bungkam, enggan berbicara kepada siapa pun tentang malam kejadian. “Kami seperti disuruh lupa, pura-pura tidak tahu,” kata seorang warga yang minta namanya disamarkan. “Tapi siapa yang bisa tenang kalau ada pembunuhan di kampung sendiri?”
Sebagian warga khawatir, jika terlalu vokal mereka akan mendapat tekanan atau bahkan ikut diseret dalam kasus yang sedang ditangani pihak berwajib. Ironisnya, para terduga pelaku masih terlihat bebas berkeliaran di kampung.
Ketika Keadilan Terlambat Datang
Sudah hampir tiga minggu sejak laporan dibuat, namun belum ada satu pun pelaku yang ditangkap. Bahkan upaya pencarian jasad almarhum pun belum menunjukkan hasil. Hal ini membuat publik bertanya-tanya: Apakah hukum hanya milik yang kuat? Apakah keadilan tidak berlaku di pulau-pulau kecil seperti Legundi?
“Ini bukan soal dendam. Kami hanya ingin bapak ditemukan, dan para pelaku dihukum setimpal. Apa susahnya itu?” kata Arina dengan nada lirih.
Pihak keluarga kini berharap perhatian dari pemerintah daerah, LSM, hingga Komnas HAM, agar kasus ini tidak tenggelam begitu saja. “Kami tahu kami orang kecil, tinggal di pulau terpencil. Tapi nyawa bapak kami juga berharga,” tutup Arina.*
Berita Terkait