Bandar Lampung~R-D-T–News~ Peristiwa banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Kota Bandar Lampung pekan lalu, menyisakan duka dan amarah. Ratusan rumah tenggelam, sejumlah korban jiwa berjatuhan, dan ribuan warga terpaksa mengungsi. Namun di balik musibah itu, tumbuh kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan.
Aliansi Masyarakat Lampung Bersatu yang dipimpin oleh Mulyadi Jas, Yudis, Rian Gedor, Gunawan, Sugiarto dan lainnya, bergerak cepat. Mereka mendatangi Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk menyampaikan aspirasi warga terdampak banjir. Mereka menuding banjir terjadi bukan semata-mata karena curah hujan tinggi, namun akibat dari aktivitas penambangan dan reklamasi yang merusak ekosistem gunung dan saluran air.
“Ketika air laut pasang bersamaan dengan hujan lebat, siring yang tertutup akibat reklamasi tak mampu menampung debit air. Akibatnya, air meluap ke permukiman,” ungkap Mulyadi dalam audiensi.
Sukarma Wijaya, Asisten I Bidang Pemerintahan Kota Bandar Lampung, merespons positif aspirasi warga. Ia berjanji akan segera berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Lampung. “Terkait perizinan tambang dan reklamasi, itu merupakan kewenangan provinsi. Namun, kami tidak akan tinggal diam. Kami akan menyampaikan keluhan ini ke tingkat yang lebih tinggi,” ujar Sukarma dalam rapat bersama perwakilan warga.
Tak berhenti di situ, Aliansi Masyarakat Lampung Bersatu berencana menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pemerintah Provinsi Lampung. Aksi dijadwalkan Kamis depan dan akan dipimpin langsung oleh para pendiri aliansi.
“Kami ingin pemerintah provinsi ikut bertanggung jawab. Gunung-gunung dirusak atas nama kepentingan pribadi. Jika dibiarkan, anak cucu kita akan menanggung akibatnya. Hentikan penambangan liar!” tegas Mulyadi Jas dalam orasinya.
Rian Gedor menambahkan, camat dan lurah harus turut bersikap. “Meskipun izin minerba ada di provinsi, tetapi camat dan lurah sebagai pemilik wilayah harus berani menolak jika aktivitas itu merusak lingkungan. Izin lingkungan bukan sekadar formalitas,” ujarnya tajam. Ia bahkan meminta Wali Kota Eva Dwiana memanggil camat dan lurah yang wilayahnya terdapat aktivitas penggerusan gunung.
Peristiwa serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain di Provinsi Lampung. Di Desa Sukorahayu, Lampung Timur, warga sempat mengajukan penolakan tambang pasir ke DPRD Provinsi Lampung. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut nyata dari pemerintah provinsi.
Meski awalnya dilingkupi amarah, musibah banjir ini justru memantik kesadaran baru di tengah masyarakat. Di Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Teluk Betung Selatan, warga kini bahu-membahu membersihkan saluran air dan memperlebar irigasi secara swadaya. Mereka tak lagi menunggu pemerintah, melainkan mulai dari diri sendiri menjaga lingkungan.
“Inilah hikmah dari sebuah musibah. Kita sadar bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama,” ujar Hadi, salah satu warga setempat.
Kini, warga hanya berharap agar pemerintah tak lagi mudah mengeluarkan izin yang berpotensi merusak alam. Bukan sekadar demi pembangunan, tapi demi keberlangsungan hidup anak cucu di masa depan.{Yunita A}