
Lampung Selatan ~R-D-T~News~ Bukan janji manis, tapi kepahitan yang jujur. Itulah yang ditegaskan oleh Agung, perwakilan PT Garuda Transportasi Indonesia saat berdiri di hadapan 12 calon pekerja dari Lampung yang akan diberangkatkan ke Kalimantan Tengah pada 28 Juni 2025 mendatang.
Bekerja di tengah hutan, jauh dari peradaban, tanpa sinyal internet, tidur di tenda, dan makan seadanya—itulah gambaran pekerjaan yang menanti. Namun di balik semua itu, terbuka peluang penghasilan yang bisa meringankan beban ekonomi keluarga di kampung halaman.
Kerja sama antara Panglima Mada Laskar Merah Putih (LMP) Provinsi Lampung Mulyadi Jas dan PT Garuda Transportasi Indonesia menjadi harapan baru bagi masyarakat Lampung Selatan. Gelombang pertama ini membawa 12 orang untuk bekerja di sektor perkebunan yang meliputi aktivitas berat seperti menyemprot gulma, membabat lahan, menanam dan memupuk pohon.
“Jangan bayangkan enaknya kerja di sana. Ini hutan. Tak ada internet, jauh dari kampung, semua serba terbatas. Tapi kalau kalian punya mental baja, hasilnya akan sebanding,” tegas Agung dengan suara lantang namun jujur.
Agung juga tak segan memaparkan aturan keras namun adil: bila pekerja bertahan minimal 3 bulan, tiket pulang akan ditanggung perusahaan. Namun jika mereka kabur atau menyerah sebelum kontrak berakhir, maka ongkos penerbangan saat berangkat harus diganti.
Setiap tenaga kerja akan menerima upah berdasarkan hasil kerja. Untuk pekerjaan semprot gulma dan babat rumput, tarifnya mencapai Rp660 ribu per hektar. Mereka ditargetkan menyelesaikan minimal satu hektar per hari.
“Saya tidak beri gaji bulanan. Tapi saya bayar berdasarkan luas kerja yang diselesaikan. Itu lebih adil. Kalian kerja, kalian dapat. Tidak kerja, tidak dibayar,” tambah Agung lugas.
Meski terdengar keras, perusahaan tetap memberi dukungan awal berupa uang transportasi Rp1 juta per orang. Uang itu dibagi dua: setengah untuk keluarga di rumah, dan sisanya untuk belanja kebutuhan di lokasi kerja.
Di sisi lain, Panglima Mada LMP Lampung, Mulyadi Jas, memberikan semangat dan nasihat kepada para pekerja agar tetap menjaga kekompakan dan semangat juang selama di lapangan.
“Kalian bukan hanya bekerja, tapi berjuang. Tanamkan jiwa persaudaraan, saling bantu. Kalau ada yang sakit, bantu. Kalau makanan habis, segera koordinasi. Kalian adalah tim, bukan individu,” ucap Mulyadi, penuh harap.
Misi sosial ini tak hanya soal pekerjaan, tapi juga soal harga diri dan penghidupan. Di tengah tekanan ekonomi yang menghimpit, kerja di tengah belantara Kalimantan menjadi pilihan yang tidak mudah namun menjanjikan.
Satu hal yang pasti, perjalanan ini bukan sekadar mencari uang—ini adalah ujian mental, fisik, dan kebersamaan. Bila berhasil bertahan dan menyelesaikan kontrak, maka kerja keras akan terbayar dengan hasil yang pantas dibawa pulang.
“Kalau tak siap, bilang dari sekarang. Tapi kalau kalian siap, maka tunjukkan bahwa kalian bisa. Hutan bukan alasan untuk menyerah,” tutup Agung dengan sorot mata tajam.
Kini, 12 orang dari Lampung bersiap mengukir cerita baru—tentang keringat, keteguhan, dan perjuangan di tengah rimba Kalimantan.{intan)